breastfeed

All posts tagged breastfeed

Alasan (Egois) untuk menyusui!

Published April 15, 2011 by PiNky PiNk

Perhari ini berarti sudah 1 tahun 1 bulan 9 hari saya menyusui Vania tanpa terputus 1 hari pun :)Bukan berarti saya memberikan ASIX di 6 bulan awal kehidupannya ya, no…no…no..no…walau saya ingin dan yakin saya bisa ASIX toh ada saat-saat saya memilih berbakti pada ibu saya dengan membiarkan beliau memberikan sufor dan air putih pada hari-hari awal (yang untungnya hanya berlangsung sebulan karena Vania alergi dan saya bebas menyusui full tanpa diganggu omongan kanan-kiri).

Sebenarnya saya malu untuk men-share pengalaman saya menyusui, karena tujuan dan perjuangan saya tidak semulia ibu-ibu lain diluar sana. Saya ngotot terus menyusui Vania karena alasan egois dari diri saya. Ketika ibu-ibu lain mati-matian menyusui anak mereka supaya anak mereka mendapatkan asupan terbaik yang dibutuhkan, kandungan gizi terbaik yang didapat dari ASI, saya mati-matian menyusui Vania karena alasan yang berbeda.

Ya…saya tau ASI itu yang paling baik dan paling cocok untuk tumbuh kembang bayi, saya tau hebatnya ASI, tapi ketika saya menyusui, ketika saya terus berjuang untuk memberikan ASI bagi Vania tiap harinya, ketika awal-awal saya harus berantem dengan orang-orang yang tidak setuju saya memberikan full ASI kepada Vania karena mereka ingin menambah sufor lah, ingin mempercepat mpasi lah, alasan saya bertahan adalah karena saya merasa terancam…

Dari awal saya mengandung Vania, saya sudah merasa ketakutan yang besar bahwa saya akan dipisahkan dari dia, dari awal saya mati-matian berjuang agar dia tetap hidup, sambil merasakan tekanan untuk melepaskan dia. 9 bulan dipenuhi hari-hari ketakutan dan ketidakpastian kalau suatu saat dia akan diambil dari saya, ketika ide-ide dan kata-kata seperti “menggugurkan” dan “menyerahkan” digelontorkan kepada saya tiada henti, dan ketika akhirnya dia lahir, saya masih meraba-raba situasi disekeliling saya. Ketakutan itu tetap menghantui.

Setiap melihat seseorang (walaupun itu keluarga saya sendiri) perasaan untuk tidak mempercayai orang itu tetap tumbuh, bahwa siapapun dapat memisahkan saya dari anak saya kalau mereka mau, entah secara paksa atau tidak.

Dan akhirnya Vania lahir, orang-orang di sekeliling saya mulai belajar untuk menyayangi Vania, tapi semakin mereka mendekati dia, saya semakin merasa terancam, bagaimana kalau dia direbut dari saya? Apa kekuatan saya untuk mengambil dia kembali? Akte Kelahiran? Untuk membuktikan dia memang anak saya? Hehhhh saya saja tidak mengantongi akte kelahiran anak saya sampai detik ini 😦

Ada saat-saat anak saya disembunyikan dari dunia, dan saya dipaksa keluar dengan senyum seolah-olah saya seorang diri, saat-saat itu yang paling menakutkan.

Kemudian saya tersadar, dan orang-orang pun tersadar, Vania semakin dekat dengan saya, dan semakin susah untuk melepas dia dari saya, dan saya perlahan-lahan mulai merasa aman, walau belum sepenuhnya. Semakin lama saya menyusui Vania, ternyata itu membuat dia semakin dekat dengan saya, semakin tergantung dengan saya. Dan itu juga yang membuat dia tidak bisa dipisahkan dari saya.

Perumpamaannya siapapun juga bisa mengajak dia tertawa, siapapun juga bisa memberi dia makan, siapapun juga bisa memandikan dan lain-lain, tapi kebutuhan dia yang paling utama, kenyamanan dan rasa aman yang Vania peroleh, hanya saya yang bisa memberikan ketika proses menyusui:)

Itu sebabnya saya tidak bisa dipisahkan dari dia, ketika ada pihak sana..atau pihak sini mengatakan kata-kata yang menyakitkan seperti “udahlah, buat aku aja, biar tinggal disini”—>maksudnya saya diminta menyerahkan anak saya. Mereka akhirnya tau itu tidak akan mungkin karena Vania terlalu lekat dengan saya, dia menikmati dan mencintai saat-saat special kami. Ketika ada omongan saya disuruh pergi yang jauh merantau untuk mencari kerja (heyyy memang tidak bisa ya kerja dekat anak saya) dan meninggalkan anak saya, toh akhirnya saya terselamatkan dari kemungkinan untuk berpisah dari Vania, karena trusss kalau saya pergi Vania gimana?

Karena saya tau, kemungkinan itu selalu terbuka lebar, kalau saya pergi sekarang, meninggalkan dia dengan entah sama siapa (walau keluarga sendiri), kemungkinan Vania menjadi jauh dan lepas dari saya amat besar. Bagaimana saya bisa mempercayakan pengasuhan anak saya ketika saya pergi bersama orang yang selalu menanamkan kata-kata ibu nya Vania adalah “ini”….(welll sudah pasti dia bukan saya menurut orang itu)..Bisa-bisa ketika saya pulang Vania pun tidak sadar bahwa saya adalah ibunya, yang amat sangat sayang pada dirinya.

Saya belajar, untuk selalu waspada, kepada semua orang, entah itu teman, orang lain, maupun keluarga sendiri. Karena tujuan orang bisa berbeda dan kadang mereka bisa menghalalkan segala cara untuk memenuhi (dan menutupi) tujuan mereka. Saya amat sangat menyayangi dan mencintai orang-orang tersebut, tapi apa yang menurut mereka baik untuk diri mereka, belum tentu baik untuk anak saya.

Kalau didepan saya saja, orang tersebut bisa tertawa bangga (ini kejadian siang ini) sambil bilang..tadi Pak ini bilang, ihh lucunya Vania, anaknya ibu “ini” ya? trus aku jawab iya dong —>sudah pasti bukan nama saya). Atau orang tersebut tanpa diminta menutupi hal-hal tertentu dengan tiba-tiba bilang ke orang yang tidak dikenal, dan tanpa ditanya, iya ini ibunya jauh, kasian anaknya, jadi sama saya…bla…bla…bla…—>Padahal saya saat itu ada disitu sedang menyuapi anak SAYA.Jangan salahkan saya karena selalu merasa terancam dan ketakutan bahwa Vania akan diambil dari saya.

Saya sayang anak saya, saya cinta dia, dan dia adalah seluruh hidup saya, saya rela berjuang sekeras apapun, demi dia, tapi kadang saya harus menahan diri saya untuk berjuang demi Vania, karena saya memikirkan “orang tertentu”.

Kemudian saya sadar, siapapun bisa mengganti dan melakukan hal yang sama seperti apa yang selama ini sudah saya lakukan untuk Vania, menggantikan tempat saya sebagai ibu. Kecuali SATU, yaitu menyusui Vania, hanya itu yang tidak bisa digantikan oleh siapapun.

Tidak peduli sekeras apapun orang-orang tertentu berusaha agar Vania tidak terlalu tergantung dengan saya, mereka akan gagal, karena Vania perlu saya, dia hanya tenang ketika saya menyusui nya. Saya sudah menyusui dia selama ini, dan semakin lama dia semakin mengenal saya, semakin ingat saya, dan segembira apapun dia ketika bermain bersama yang lain, saat ini dia pasti berhenti sejenak untuk mencari saya dan memastikan saya tetap ada.

Saya selalu menjauh dari Vania setiap kami berkumpul bersama orang lain (keluarga), bukan karena saya ingin, tapi itu gerak refleks saya, mending saya menjauh drpd saya harus sakit karena mendengar kata-kata “bukan ibu” , “ini anaknya itu”.

Selain itu saya ingin meminimalkan kata-kata itu didengar oleh anak saya, dan kalau saya tidak berada di tempat yang sama dengan “ibu-ibu” yang lain, kemungkinan pertanyaan “ibu nya yang mana” lebih kecil.

Tapi ternyata Vania selalu ingat saya, tidak peduli seberapa hangat dia dikelilingi, dia selalu mencari saya kembali (untuk menyusui tentu saja,sambil memainkan rambut saya, sambil mengelus-elus pipi saya).

Saya tau alasan saya sungguh egois, setiap ada kesempatan untuk mengatakan saya masih ASI, dalam hati saya tersenyum karena alasannya bukan karena nilai gizi, tapi keegoisan saya untuk mengamankan posisi saya sebagai ibu bagi Vania. Karena hanya saya, Ibu nya, walau (belum) diakui secara resmi diatas secarik kertas sakti berjudul Akta Kelahiran, yang bisa memberikan yang terbaik bagi anak saya. Tidak ada yang bisa menggantikan peran saya yang 1 itu. Dan itulah bukti paling otentik bahwa Vania adalah benar anak saya dan milik saya, tidak peduli sekeras dan sesering apapun seseorang mengatakan bahwa dia adalah anaknya “ini”.

Ketika kita tidak berhenti berusaha dan berdoa, mujizat akan datang dan menolong kita…Percaya dengan kemutlakan penuh dan tanpa ragu, akan tiba saatnya saya bisa mengakui (dan memiliki) anak saya seutuhnya. Ketika akhirnya seseorang mau membuka hatinya dengan tulus…setulus-tulusnya, untuk berhenti menyebut anak saya sebagai anaknya “ini”.